Panas, sedikit macet, nyetir sendirian...bisa ditebak salah satu hal yang paling mungkin terjadi adalah..... ngelamun :p
Teringat bahasan waktu makan siang tadi, fakultas kedokteran swasta tempat teman saya mengajar menerima sekitar 300 orang calon mahasiswa... banyak bener yakkk? Ditambah kejadian pagi tadi, saya ditugaskan untuk pemeriksaan kesehatan calon mahasiswa kedokteran di tpt saya menguli, dari obrolan singkat dengan salah satu calon mahasiswa dia bahkan rela ninggalin fakultas lain hasil lulus ujian SPMB karena bukan lulus di fakultas kedokteran... uwowwwww!!!!!!!
Meskipun saya berstatuskan dosen di fakultas kedokteran swasta, yang harusnya seneng kalau kuota setiap tahun full, sebenernya saya bertanya-tanya, KENAPA BEGITU BANYAK ORANG PENGEN JADI DOKTER? Khususnya di Medan ini, terbukti ada 6 univ swasta yang buka fak. kedokteran. Pertanyaan kedua saya, SETELAH LULUS NANTI TUH DOKTER-DOKTER BAKALAN 'DILEMPAR' KE MANA AJA YAA?
***
6 tahun kurang lebih waktu yang saya butuhkan untuk memiliki gelar -dr- di depan nama saya, bukan langkah yang mudah, bahkan terbilang sangat berat dengan perubahan sistem pendidikan kedokteran yang berjudul "PBL berdarah" itu --". Derai tangis, pertumpahan darah, jatuh bangun mengiringi langkah perjuangan saya *halahhhhhh lebayyyyy ;p*
Dannn......
Setelah saya jadi dokter, kok rasanya biasa aja, ga segreget waktu gelar -dr- itu masih dinanti-nantikan, termasuk dalam hal fee, percaya deh, biasa-biasa aja kok, suerrrrrrrrrr.
***
Banyak bgt orang tua yang ingin anaknya menjadi dokter, dan lebih parahnya anak-anak yang tak punya mimpi, arah dan tujuan juga ga kalah banyaknya, jadi klop sekali kondisi ini bukan? Bonyoknya mupeng anak jadi dokter, anaknya sabodo teuing mw jadi apa, ngikut aja. Ada juga yang karena bonyok dua-duanya dokter, si anak merasa ga punya pilihan lain, mau jadi apa lagi kalau ga dokter? Tapi yang lebih tragis adalah si anak pengen jadi astronot ke bulan, si emak kepingin anaknya di bumi aja jadi dokter, trs maksain lagi, kalau ga dipecat jadi anak --"
Entah apa yang menjadi incaran dari profesi ini? Materi paling mungkin kayaknya ya, prestise juga bisa, atau meneruskan praktek yang dirintis orang tua, sepertinya bisa juga jadi pilihan. Kalau alasannya ingin membantu orang-orang yang miskin yang sedang sakit dan memajukan kesehatan masyarakat Republik Indonesia? busetttttt da ahhh, kayaknya hampir ga mungkin ada cita-cita seluhur itu di sanubari anak-anak Indonesa zaman skrg ini *maap klo sdkt sarkasme*. Saya tak ingin men-judge siapapun, setiap orang tua punya hak menggunakan rupiahnya untuk menyekolahkan anaknya dimana aja, untuk tujuan apa saja, dan dengan harapan sebesar lautan. Tapi.....
Dear, om-tante, yang berstatuskan orang tua dengan mimpi yang besar untuk anak-anaknya.... sebelumnya bukan bermaksud menggurui atau kepo dengan urusan orang lain. Seorang anak akan menjadi besar bahkan bisa jadi lebih besar dari yang om-tante bayangkan tidak hanya dengan jalur menjadi dokter saja. Anak bukan 'sesuatu' yang dititipkan Tuhan untuk menjadi prestise buat orang tuanya. Kebanyakan orang tua membangun pola pikir anaknya dengan hal yang paling membunuh ini, yaitu 'prestise'. Secara ga sadar....atau lebih parahnya dengan kesadaran penuh, seorang ibu mengajarkan kepada anaknya untuk membangun prestise dalam dirinya sejak dini. Membelikan gadget terbaru, memasukkan anak di tempat-tempat les yang sedang hits tapi ga pake nanya ke anak dulu, membiasakan anak menjadi sosok fashionista sejati, termasuk mengizinkan anak mengikuti tren terkini. Hal ini masih akan berlanjut, sampai memilihkan masa depan untuk si anak. "jadi dokter itu banyak duitnya, lihat dokter itu, kaya kan? makanya kamu jadi dokter." Ulalala... tau ga om-tante, berapa rupiah seorang dokter umum digaji untuk sebuah jaga malam yang 'membunuh' di UGD? Saya ga sanggup menyebutkan angkanya, tapi yakinlah tak semutahir yang om-tante bayangkan.
Setiap anak dibentuk dengan kemampuannya sendiri-sendiri komplit dengan berkatnya masing-masing.
--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur (Mzm 127:2)
Takut akan Tuhan,kejujuran, tanggung jawab,kerja keras inilah yang harusnya dimodali orang tua kepada anak-anaknya. Memberi pandangan yang membangun, mengarahkan dan mengingatkan, saya rasa itu peranan utama om-tante, setelah itu lepaskan dia memilih jalan hidupnya, mimpi-mimpinya, dan percayalah berkat akan mengalir dalam hidupnya. Berkat ga harus melulu diukur dengan takaran rupiah, emas, mobil, rumah, apalagi harus setara dengan yang om-tante punya sekarang. Suatu sata, bila om-tante melihat dia berguna buat orang di sekitarnya, tidak merugikan siapapun justru membangun orang lain, ituu berkat yang sudah terlebih dari apapun.
Dear anak-anaknya om dan tante....
Belajarlah bermimpi seperti ini "suatu saat nanti, aku harus bisa berpijak di atas kakiku sendiri". dan untuk mengejar mimpi ini, kamu harus mempunyai modal yang cukup. Modal itu ga kamu dapat dari gadget terbarumu, uang jajanmu, mobilmu, teman-teman sekelas sosialmu, bahkan ortumu. Kamu memang anaknya om-tante, sebesar apapun nama om-tante, suatu saat nanti mau ga mau kamu harus hidup sendiri, yang tinggal hanya bayang-bayang nama besar om-tante. Yang namanya bayang-bayang akan hilang seiring dengan terbenamnya matahari, tidak ada yang kekal. Modal itu kamu dapat dan bangun sejak saat ini, kenali dirimu, talentamu, limit kemampuanmu, berhenti masa bodoh dan ikut-ikutan. Setelah itu bangun mimpimu...kamu bisa bermimpi jadi apa saja, ga harus sama dengan om-tante, 'apa saja' yang berarti seseorang yang berguna buat penciptamu dan sekitarmu, bukan kantongmu atau tempat parkir dirumahmu. Prestise bukan yang utama, itu hanya bagian dari bonus kerja kerasmu.

